Selasa, 22 Mei 2012

reaction #4

"Bersyukurlah, karena hidup tak akan pernah sempurna"


Matahari yang jingga kemerahan mulai meredupkan sinarnya di horizon barat sana. Berganti tugas dengan bulan untuk menyinari bumi ini. Tak lebih dari satu jam, cahaya matahari benar-benar sudah tergantikan dengan cahaya bulan yang tak kalah indah, meski cahaya bulan itu semu. Pemberian dari sang matahari. Memang selalu ada yang istimewa dari ciptaanMu, Tuhan.
Adzan maghrib mulai berkumandang. Ah, terasa damainya. Adzan selalu mengingatkanku pada nasihat ringan sahabatku, Nayasa. Dia memang unik. Dia bisa menjadi sangat bijak atau bahkan sangat konyol. Dia pernah berkata padaku,

“Eh, udah adzan tuh. Allah manggil kita buat shalat, belum manggil kita buat pulang. Yuk, shalat dulu,” kata Nayasa sambil bangkit dari duduknya saat dia menginap di rumahku beberapa bulan yang lalu. Awalnya aku mengernyit tidak mengerti, belum manggil kita buat pulang? Tapi hanya dalam hitungan detik, aku pun mengerti. Aku hanya tersenyum. Ah, Nayasa. Nasihat ringan yang luar biasa.

Satu dari beberapa hal yang patut aku syukuri adalah bahwa aku dilahirkan dari keluarga yang berkecukupan. Aku tidak perlu takut memikirkan makan apa aku hari ini atau memikirkan apakah aku bisa melanjutkan sekolah sampai ke perguruan tinggi. Allah memberi kami rezeki yang cukup. Ini nikmat yang luar biasa. Aku memang bukan manusia sempurna. Tidak ada manusia sempurna, bukan? Aku hanya sedang mencoba mensyukuri apa yang ada, bukan menyesali apa yang terjadi. Aku selalu berdoa agar setiap kebahagiaan yang aku dapatkan hari ini bukanlah kesedihan yang akan aku dapatkan di masa depan. Hidup ini terus berputar, sehingga apapun bisa terjadi. Ya, aku adalah aku. Satu diantara ribuan, jutaan, puluh jutaan, milyaran orang yang masih diberi kesempatan untuk melihat dengan dua mata yang bisa melihat betapa indahnya dunia ini, dua telinga yang masih bisa mendengar syahdunya gemericik air wudhu, dua kaki yang masih bisa berfungsi dengan baik supaya aku bisa menikmati hidupku, satu hidung yang masih bisa menghirup segarnya udara pagi, satu mulut yang masih bisa berbicara untuk mengejar dan memprotes arti sebuah keadilan, dan juga dua tangan yang masih bisa menuliskan semua cerita hidup ini.

Jadi, apa yang harus aku keluhkan? Jawabnya adalah “tidak ada”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar