Selasa, 21 Juni 2011

Serenada Terakhir

Nun,
Demi kalam, dan apa yang tlah mereka tulis
Demi pena yang menorehkan tinta..
Dan demi satu warkat yang terbuka..
Demi petang yang hilang tenggelam
Dan
Demi Yang Maha Memanggil, dan Mengembalikan
….

Selepas hujan,
Aku..
Aku adalah perempuan jalan di pematang..
Ketika jatuh senjakala
Sawah muda,, angin muda..
Aku tetap melangkahkan terlampau gontainya..
Sesaat nanti harus ku injak pelataran rumahku..
Dan menunggu, dalam wajah larut yang tertunduk..
Tentu malaikat penjagaku yang akan sedia membukakan..
Disambut diriku dengan lekuk di kedua lesung pipinya
Dan dua bola mata yang berkaca binar..
Seolah malaikat itu ingin tiba merangkul tubuhku yang basah
Basah oleh korosi dingin, yang enggan pun merenggut simpatiku padanya
Oh, perempuan yang malang..
Perempuan yang datang tanpa mengetuk lalu merangkulnya
Perempuan yang jingga neraka langit mengiyakan duka
Perempuan cendana dan bunga-bunga sutra kelabu purawa..
Adapun ini hanyalah sisa jenaka malang, dan ku sebut itu luka
Aku adalah perempuan jalan di pematang..
Ketika jatuh senjakala
Aku menendang tanah jingga
Dan aku membayangkan dengan terang,,
Bagaimana ia menatapku
Sesaat,
Ketika aku terjaga,, dan terbangun setelahnya..
Aku melangkahkan kaki keluar kamarku,
setibanya aku di ujung daun pintu yang sedikit terbuka..
Terdengar suara perempuan paruh yang tersedu sedan,,
Terdengar pilu ketika itu mulai memasuki liang pikirku..
Dan sembilu ketika itu teracap di lidahku,
Tlah berkali aku dengar nama ku terselip dalam baris doa dan asmaNya..
Kiranya aku acuh oleh tiap baris sajak doa nya
Aku buta oleh kabut dalam kehidupan tak suci
Oh, Aku melihat..
Dan yang aku lihat hanya kehampaan, dan fana belaka
Oh, Aku tetap menjadi dingin..
Dan telah putih tangan –tangan jiwaku berdebu..
Hai, malaikat penjagaku..
Sebut namamu.. siapakah dirimu,,
Aku tak mungkin mengenalmu ,
sedang kau pun selalu bersembunyi di balik sajadah mu,,
dan menangis seolah kau bercengkrama dengan seorang yang tiada..
dan demi kau yang bersujud,
Ada yang kau renungi..
Sepanjang malam
Tentang coba yang masih melintang
Tentang anugerah yang tertunda
Oh, malaikat penjagaku..
Aku tahu kau..
Tak lebih dari sepertiga bentang danau yang dalam usai kau seberangi, tuk menjagaku
Serintang panjang padang ombak kau telah lalui, tuk menjagaku
Juga setebing karang curam,
Jatuh kau lewati, tuk menjagaku
Dalam malam yang sama,
Yang kau lakukan hanyalah diam termangu dan menunggu,
Sesaat hari yang tlah berganti,
Aku tiba di pelataran yang sama..
Dan
Tak ku temukan malaikat yang sama di daun pintu rumahku
Dimana kah malaikat penjagaku ?
Dimana ?
Dimana ?
Malaikat penjaga ……
Malaikat penjaga……
(suara malaikat penjaga)
Engkau bulan lelap tidur dihatiku
Oleh sepi diriku yang terampas waktu
Semua didindingi kelam dan kedinginan
Maut atau ribaku menunggu di ujung jalan itu..
Engkau angin dingin dan tak berbadan
Gersik rumpun pimping, rumpun ilalang
Wahai, sedan yang terluput dari liang luka
Di hati arwah kecil dan putih
Malam terbungkam kabut tipis..
Senja di langit barat berkerumun sepi
Aku harus kembali,
Pada Yang Maha Memiliki..
(perempuan)
Kau berdoa di malam hujan
Dan tak seorang tahu
Dari mana datangmu
Kau berdoa di malam hujan
Entah datang dari mana datangnya
Telah lebih dulu kau tahu
Tentang kepergian dirimu
Kau..
(malaikat penjaga)
Duduk
Berdiri
Terdiam
Berbicara
Tertawa
Marah
Sedih,
Wajah itu tangan itu tubuh itu..
Telah aku pupuskan sajak di pasir itu
Dan
berdiri aku di hadapannya.. ketika,
datang,
arungi buas waktu
Berperahu pada laut yang mati..
Kau ..
Kau yang terakhir
Kau yang melukis sajak di atas kafan yang mengambang
Mengarahkan perjalanan
Dimana harus kau temukan
Pelabuhan..
(perempuan)
Selepas hujan,
Aku..
Aku adalah perempuan jalan di pematang..
Ketika jatuh senjakala
Dan ku tahu..
Dan kini aku sungguh dalam kebenaran
Mengerti…
Saat ia nyata di depan mata dan dirasa
Keberadaannya adalah wajar saja
Sungguh kenikmatan itu baru terasa
Ketika ia telah tiada
Dan aku tahu kau..
Kau adalah Bunda..

Bunda..
Kau adalah mutiara di lumpur jiwa
Di rimba akasia aku tersedan tersedu
Seiring kabut yang berlalu..
Sebening air mata bunda
Bunga diri penjelmaan hati
Kristal hati tak bertepi
Ombak bersabung di kota yang mati
Bunda…
kau adalah nama bagi malaikat penjagaku..

sebuah karya Restu Gusti Uji Panuntun,
untuk wisuda dan pelepasan angkatan 4,
-Algebra Titania-
reblog from  Ilya Rosdiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar