Sabtu, 09 Juli 2011

Saya tidak pernah merasa setakut dan secemas ini. Memikirkan masa depan yang belum jelas.
Kuliah dimana, belum jelas. Demi Allah, saya takut.

Saya tau, Allah pasti tidak akan menciptakan sesuatu tanpa ada hikmah di balik semuanya. Hanya saja, saya terkadang terbawa emosi dan ketakutan yang keterlaluan, semuanya berkecamuk di pikiran saya.
Saya tidak pernah terpikir akan seperti ini jadinya, awalnya saya harap semuanya berjalan lancar-lancar saja. Tapi nyatanya Allah menyatakan bahwa bukan lewat SNMPTN-lah saya bisa masuk perguruan tinggi yang saya inginkan. Sebagai manusia biasa yang emosinya amat sangat mudah labil, saya menggalau. Saya tau ini tidak baik untuk otak saya, tidak baik untuk segalanya. Tapi toh nyatanya memang saya tidak bisa untuk tidak menggalau setelah pengumuman yang di dalamnya tertera kata MAAF -yang sungguh sangat menyakitkan- itu saya lihat.

Saya tau saya cengeng. Ini salah?
Tangisan saya toh luapan kekecewaan saya atas usaha saya yang ternyata belum optimal. Saya tau masih banyak yang harus saya perbaiki.

Saya menangis, dan mamah saya ikut menangis. Ini yang bikin saya tambah pedih.
Rasanya kejadian itu baru kemarin.

Lalu sekarang, saya sudah melalui SIMAK, sedang mencoba log in SMUP yang sempat error dan bikin saya frustasi setengah mati. Dan akhirnya besok saya harus mencoba tes untuk beasiswa kedutaan besar Jepang.

Hmmm...bagaimana yah,
Saya menikmati saat saya bisa menyemangati orang lain dalam hidup mereka. Membuat orang lain bahagia itu membahagiakan saya juga. Rasanya senang jadi motivator untuk mereka.
Tapi pada kenyataannya, saya belum bisa jadi motivator untuk diri saya sendiri. Hati dan pikiran saya sering tidak sinkron. Akhirnya saya capek, lalu tidur.

Di saat seperti ini, memang saat yang begitu rapuh buat saya. Saya sempat berpikir bahwa hidup saya cuma merepotkan mereka saja, apalagi orangtua saya. Saya mengerti, kondisi keluarga saya biasa-biasa saja. Tapi satu hal yang membuat saya benar-benar bersyukur adalah, bahwa orangtua saya tidak menekan saya harus kuliah dimana. Yang penting saya suka, mereka merestui itu.
Alhamdulillah.

Dunia ini singkat. Hanya saja tidak sederhana.

Di saat seperti ini juga, saya pernah sempat kepikiran film Milly dan Nathan yang saya tonton bersama Fiscka dan Rizka. Bagaimana kalau saya jadi penulis sajaaaa?? *ahahahaha..plak. stress tingkat dewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar