I’m
different. Don’t you know how much I force myself to ressist this feeling?
Dua
April, 8 tahun yang lalu.
“Azka, Azka, gue pinjem tip-x dong!” Suara
Ihsan di belakangku cukup membuat konsentrasiku buyar untuk menghitung
angka-angka yang berserakan di atas kertas ulangan matematikaku. Aku pun
menoleh, menampakkan wajah apa-lo-ganggu-gue-aja
pada Ihsan.
“Pinjem tip-x cepetan...” pinta Ihsan lagi
sambil mengulurkan tangannya.
Aku hanya menghela napas sebentar, memaklumi
gangguan Ihsan, memberikan tip-x yang dimintanya, lalu kembali lagi
mengumpulkan konsentrasi ulangan matematika hari itu.
Gangguan itu tidak berlangsung satu kali
ternyata. Kali ini temanku yang duduk di depanku, Arul, berbisik juga, meminjam
tip-x juga, dan tentu saja membuyarkan konsentrasiku juga.
“Ada di Ihsan tuh,” kataku singkat, tetap
menatap kertas ulangan. Arul kemudian berbisik meminta tip-x itu pada Ihsan. Tapi
memang dasar orang yang bernama Ihsan itu sungguh terlalu pintar, dia tidak
menggubris bisikan Arul, seolah dia tidak mendengar atau memang benar-benar
tidak mendengar saking seriusnya dengan soal ulangan di depannya.
“Azka, tolong ambilin dong...” pinta Arul,
menunjuk-nunjuk pada tip-x yang tergeletak di atas meja Ihsan.
Oh God,
ini kenapa sih orang-orang ngeganggu gue mulu? Hadooh...makanya, modal dikit
buat beli tip-x kenapa siiih.
Aku pun menyerah pada tampang memelas Arul.
Aku menoleh ke belakang, berniat mengambil tip-x, tapi ternyata...
BUUUKK!!!
“Aaaaww!!!” aku mengerang, tetapi tetap
berusaha mengeluarkan suara sesedikit mungkin. Aku menoleh bersamaan dengan
tangan Ihsan yang mengulur memberikan tip-x padaku. Alhasil, mataku terantuk
tip-x yang dipegang Ihsan. Oh Allah,
ini menyakitkan, sungguh.
Dengan adanya kejadian itu, akhirnya Ihsan
mengalihkan pandangannya dari kertas ulangan matematika ke arahku yang sedang
menahan sakit sekaligus erangan supaya tidak mengganggu yang lain yang sedang serius
ulangan. Ihsan terkejut lalu menarik uluran tangannya lagi. Arul hanya bisa
melongo, dari wajahnya ia terlihat cukup merasa bersalah karena ia memaksaku
mengambilkan tip-x untuknya. Nayasa, teman sebangkuku hanya bisa mengernyit
seperti sama-sama merasakan sakitnya mata kiriku.
“Eeh, sorry sorry, Ka. Maaf. Ngga sengaja...” ucap
Ihsan, menampakkan wajah yang sama bersalahnya dengan Arul. “Aduh, mata lo ga
papa kan?” tanya Ihsan.
Aku tidak menjawab. Boro-boro untuk menjawab,
aku sibuk menggigit bibirku supaya tidak mengeluarkan erangan keras. Aku hanya
membenarkan posisi dudukku sambil terus mengusap-usap mata kiriku. Nayasa
mengusap bahuku, menanyakan hal yang sama dengan apa yang ditanyakan Ihsan, aku
pun hanya mengangguk pelan.
“Nay, maaf ini tip-x nya tolong kasihin ke
Arul,” kata Ihsan sambil memberikan tip-x ku pada Nayasa. Nayasa pun
mengambilnya dan memberikan tip-x itu pada Arul.
Konsentrasiku pada ulangan matematika hari itu
benar-benar sudah buyar. Aku masih menahan sakit di mata kiriku sambil berusaha
membuka mataku pelan-pelan. Aku sudah cukup parno
jika saja ada sesuatu yang buruk yang terjadi pada mata kiriku. Tapi alhamdulillah, itu hanya paranoidku
saja. Walaupun sedikit buram, aku yakin itu hanya karena air mata, bukan karena
apa-apa. Yeah, never mind, Ihsan. I’m
alright.
Aku kembali pada kertas ulanganku. Hmm...ya, I’m alright. But, not for my exam!
Aku hanya bisa menggeram, berharap bisa membalas perlakuan Ihsan barusan.
Tapi, ah, tidak penting. Begitu saja masa dendam? Konyol.
Kurang dari 15 menit ulangan matematika itu
pun berakhir. Aku pasrah. Entah apa hasilnya ulanganku yang barusan itu. Mata
kiriku masih cenat-cenut. Masih
berasa sakitnya. Arul minta maaf padaku, tapi kubilang itu bukan salah dia.
Memang iya, bukan salah dia. Memang dasar si Ihsan yang terlalu serius pada
ulangannya sampai-sampai tak mau merelakan beberapa detik saja waktu ulangannya
untuk memberikan tip-x itu secara baik-baik pada Arul. Memang dasar gila
prestasi!
“Beneran gapapa kan mata lo, Ka?” tanya Nayasa
khawatir.
Aku mengusap lagi mata kiriku.
“Masih berasa sakitnya sih...” keluhku.
Tiba-tiba Ihsan menghampiriku, ia baru saja
mengumpulkan kertas ulangannya yang sangat penuh dengan isian. Memang maniak pelajaran!, pikirku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar